Kekumuhan merupakan paradoks. ya, masih
merupakan "cap atau stempel" bagi masyarakat mapan ke pada lingkungan
masyarakat miskin. Kadang masyarakat miskin sendiri tidak merasa bahwa
lingkungannya kumuh. Atau mereka hanya pasrah pada kenyataan?
Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota
yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui
di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya
dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Di berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. (wiki pedia)
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tidak mengenal adanya istilah kawasan kumuh, yang ada Permukiman kumuh dan Perumahan kumuh. Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Banyak program dan kegiatan yang "menembak" permukiman kumuh ini, mulai dari Pemerintah puiat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah, bahkan pihak-swasta dengan CSR-nya. Namun seberapa efisien dan efektifkah penanganan permukiman kumuh dalan pelaksanaan di lapangan? hal ini terjadi karena beberapa hal kendala dilapangan.
Seperti dalam gambar diatas, beberapa program dan kegiatan mencoba masuk ke permukiman kumuh tersebut, ternyata hanya bisa pembangunan infrastruktur permukimannya yang bisa dilaksanakan, seperti jalan setapak dan drainasenya saja sedangkan untuk penanganan perumahannya tidak bisa dilaksanakan. karena berbagai kriteria atau persyaratan, seperti kepemilikan lahan dan rumah.
Solusi untuk penanganan perumahannya yaitu dengan perbaikan rumah tidak layak huni. Lagi, solusi tersebut terkendala dengan kepemilikan rumah dan lahan. Kebanyakan masyarakat yang menempati rumah tersebut adalah sebagai penyewa atau pengontrak. Program dari pemerintah tidak bisa memperbaiki rumah yang berada pada permukiman kumuh yang status tanah dan rumahnya bukan milik pribadi/sendiri.
Solusinya adalah pemerintah menyediakan rumah murah untuk masyarakat berpenghasil rendah ini, atau dengan program pembangunan rusunawa dan rusunami. Lagi-lagi ketersediaan lahan yang menjadi kendala. Ketika rusunawa atau rusunami di bangun, tetapi pembangunan rusunawa/rusunami jauh dari calon penghuninya, maka masyarakat calon penghuni enggan untuk pindah dengan alasan harus mengeluarkan biaya tambahan, seperti biaya naik angkutan ke tempat bekerja, yang rata-rata mereka bekerja di sektor informal atau sebagai buruh harian.
Sehingga pada akhirnya, seolah-olah permukiman kumuh menjadi 'fenomena' perkotaan tiada kunjung habisnya untuk di benahi. Terlepas dari sudut pandang pemerintah maupun masyarakat.
Banyak program dan kegiatan yang "menembak" permukiman kumuh ini, mulai dari Pemerintah puiat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah, bahkan pihak-swasta dengan CSR-nya. Namun seberapa efisien dan efektifkah penanganan permukiman kumuh dalan pelaksanaan di lapangan? hal ini terjadi karena beberapa hal kendala dilapangan.
Seperti dalam gambar diatas, beberapa program dan kegiatan mencoba masuk ke permukiman kumuh tersebut, ternyata hanya bisa pembangunan infrastruktur permukimannya yang bisa dilaksanakan, seperti jalan setapak dan drainasenya saja sedangkan untuk penanganan perumahannya tidak bisa dilaksanakan. karena berbagai kriteria atau persyaratan, seperti kepemilikan lahan dan rumah.
Solusi untuk penanganan perumahannya yaitu dengan perbaikan rumah tidak layak huni. Lagi, solusi tersebut terkendala dengan kepemilikan rumah dan lahan. Kebanyakan masyarakat yang menempati rumah tersebut adalah sebagai penyewa atau pengontrak. Program dari pemerintah tidak bisa memperbaiki rumah yang berada pada permukiman kumuh yang status tanah dan rumahnya bukan milik pribadi/sendiri.
Solusinya adalah pemerintah menyediakan rumah murah untuk masyarakat berpenghasil rendah ini, atau dengan program pembangunan rusunawa dan rusunami. Lagi-lagi ketersediaan lahan yang menjadi kendala. Ketika rusunawa atau rusunami di bangun, tetapi pembangunan rusunawa/rusunami jauh dari calon penghuninya, maka masyarakat calon penghuni enggan untuk pindah dengan alasan harus mengeluarkan biaya tambahan, seperti biaya naik angkutan ke tempat bekerja, yang rata-rata mereka bekerja di sektor informal atau sebagai buruh harian.
Sehingga pada akhirnya, seolah-olah permukiman kumuh menjadi 'fenomena' perkotaan tiada kunjung habisnya untuk di benahi. Terlepas dari sudut pandang pemerintah maupun masyarakat.
Sebenarnya dengan kemauan baik dari pemerintah dan masyarakat sendiri, permukiman kumuh dapat diatasi. Banyak contoh dari negara-berkembang yang sukses mengatasi permukiman kumuh. Sekali lagi, tergantung pada Pemerintah dan masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar