Slum atau permukiman kumuh merupakan lingkungan perumahan
yang dulunya berkondisi baik namun kemudian menurun dan menjadi daerah
berdensitas tinggi.
Permukiman informal atau squatter adalah perumahan dengan
kualitas buruk yang dibangun di lahan ilegal.
Menurut Kumorotomo dkk. bahwa ada perbedaan krusial antara
lingkungan kumuh (slums) dengan lingkungan liar (squatters). Squatters adalah
suatu bagian wilayah atau bagian bangunan yang diganggu/ditempati tanpa ijin
dari pemiliknya.
Sedangkan slums adalah suatu lingkungan yang ditempati
masyarakat dengan kondisi rumah rata-rata bobrok (reyot), padat dan cenderung
tidak memenuhi unsur kesehatan, rentan terhadap kebakaran dan rentan terhadap
terjadinya tindak kejahatan (Kumorotomo, dkk., 1995, p.34).
Lana Winayanti menyatakan bahwa squatter sebagai
illegal settlements (tempat tinggal ilegal) atau informal settlements.
Sedangkan Slums sebagai komunitas kota yang miskin dan tidak memiliki akses
kepemilikan tanah dan hak atas keamanan tempat tinggal tetap (Winayanti, 2001,
p. 5-1). Sementara Emiel A. Wegelin menyatakan bahwa squatter and slums area
adalah wilayah yang memiliki akses terbatas terhadap persediaan air bersih,
drainase dan pengendalian banjir, sanitasi dan jalan (Wegelin dalam Suselo, et
l, 1995, p. 236). Sedangkan Pius S Prasetyo hanya menyatakan bahwa Slums and
squatter sebagai pemukiman-pemukiman spontan (spontaneous settlement) sebagai dampak
perkembangan kota dan tergesernya petani-petani tradisional (Prasetyo dalam
Potensia, 1995, p. 44-46).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar